Minggu, 12 Mei 2013

Monumen Yogya Kembali

MONUMEN JOGJA KEMBALI (MONJALI) 


Monumen Yogya Kembali yang sering disingkat menjadi Monjali mulai dibangun pada tanggal 29 Juni 1985. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Tanggal 29 Juni dipilih sebagai awal pembangunan untuk memperingati ditariknya tentara Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Pada tanggal 6 Juli 1949 Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta masuk kembali ke Yogyakarta yang pada waktu itu berstatus sebagai ibukota RI. Tanggal 6 Juli 1989 (tepat 40 tahun kemudian), Monumen Yogya Kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto.


Monumen ini berisi sejarah perjuangan tentara dan rakyat Yogyakarta melawan Belanda, khususnya perang gerilya merebut kembali kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Monumen berbentuk tumpeng ini memiliki tinggi 31,8 meter, berdiri di lahan seluas 5,6 hektar. Halaman monumen ini merupakan plasa yang luas, yang kerap digunakan sebagai tempat pelaksanaan berbagai acara. Beberapa senjata militer yang pernah digunakan TNI pada masa lalu diletakkan di halaman depan monumen, sebagai bagian dari benda bersejarah.


Monumen memiliki dua pintu masuk. Pintu barat dan pintu timur menuju ke museum yang berada di lantai satu. Di dalam museum ini tersimpan lebih dari 1.000 koleksi yang berkaitan dengan kronologi peristiwa yang terjadi anatara tahun 1945- 1949. Pintu selatan dan pintu utara menuju ke lantai dua yang beisi relief dan diorama. Adapun lantai tiga yang merupakan lantai teratas merupakan ruang hening untuk bermeditasi.
Anda pasti kenal dengan Yogyakarta. Tapi tahukah Anda bagaimana sejarah Yogyakarta. Jika ingin mengenal lebih dekat dengan Yogya, datanglah ke Monumen Yogya Kembali. Monumen ini biasa disingkat menjadi 'Monjali' oleh masyarakat.
Dibangun pada 29 Juni 1985 yang ditandai dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.

Gagasan untuk mendirikan monumen ini dilontarkan Kolonel Sugiarto, selaku Wali kota madya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983.

Dipilihnya nama Yogya Kembali dengan maksud sebagai tetenger atau penanda peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibu kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Belanda.
Pembangunan monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai ini selesai dibangun dalam waktu empat tahun dan diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Soeharto.


Monumen setinggi kurang lebih 31.8 m ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan selain memiliki makna melestarikan budaya nenek moyang pra-sejarah.
Pemilihan lokasi Monumen Yogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya Yogya, yaitu monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu imajiner ini sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa anda lihat pada lantai 3 ditempat berdirinya tiang bendera.


Bangunan monumen ini terdiri dari taman depan dimana pengunjung bisa melihat Meriam PSU Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan dihalaman paling depan anda bisa jumpai Replika Pesawat Guntai dan Pesawat Cureng yang dipakai dalam peristiwa perjuangan ini.

Memasuki halaman museum terdapat dinding yang memenuhi satu sisi selatan monumen yang berisi Rana Daftar Nama Pahlawan dimana pengunjung bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi 'Karawang-Bekasi' karangan Khairil Anwar.

Monumen Jogja Kembali Bangunan monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi dalam beberapa bagian. Seluruh bangunan dikelilingi oleh kolam air. Di lantai satu adalah museum dimana terdapat 4 (empat) ruang museum yang menyajikan benda-benda koleksi berupa: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum yang kesemuanya menggambarkan suasana perang kemerdekaan 1945-1949.

Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Perpustakaan menggunakan satu ruang di lantai satu yang merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

Ruang serbaguna adalah ruangan yang terletak ditengah-tengah ruangan lantai satu lengkap dengan panggung terbuka-nya. Setiap hari Sabtu dan Minggu diruangan ini digelar berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, musik electone yang memainkan lagu-lagu perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa digunakan oleh umum untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan lain-lain.
Ruang Serba Guna

Di lantai 2 bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen, pengunjung bisa melihat 40 buah Relief Perjuangan Phisik dan Diplomasi perjuangan Bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Pengunjung bisa melihat antara lain relief Jenderal Mayor Meyer yang mengancam Sri Sultan HB IX pada tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para pemimpin lain kembali ke Yogyakarta, pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik Indonesia, Perayaan Kemerdekaan di halaman Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.

Monumen Jogja Kembali Didalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan Phisik dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949 dengan ukuran life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana pengunjung bisa menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan asli-nya. Apabila anda datang didampingi pemandu maka pemandu akan dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan sapu bersih terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden (Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali Negara RI dimulai.

Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya. Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal.
Di tengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB.
Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.
Monumen Jogja Kembali Monumen ini sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami sejarah tanpa harus merasa digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan setiap cerita dalam diorama sangat menarik dan tidak menjemukan. Disini pengunjung akan disegarkan kembali ingatannya akan sejarah perjuangan bangsa dan mengetahui siapa saja tokoh-tokoh dibalik perjuangan itu. Tidak salah apabila anda mengunjungi monumen ini bersama keluarga karena selain semua tempat yang telah disebutkan monumen ini juga dilengkapi dengan taman yang terletak di bagian barat dan timur.

Monumen Yogya Kembali
Ring Road Utara, Yogyakarta
Phone: +62 274 868225.
Jadwal Kunjungan:
Selasa s/d Minggu: Pukul 08.00 s/d 16.00
Hari Senin: Tutup
Tiket masuk:   Rp.10.000, 
Khusus untuk rombongan (lebih dari 30 orang), tarif dipotong 10 persen. Sedangkan anak TK mendapatkan potongan tarif 50 persen per anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar